Menu


ERP Bakal Diberlakukan, Ketua F-NasDem DPRD DKI: Ini Hanya Memindahkan Kemacetan

ERP Bakal Diberlakukan, Ketua F-NasDem DPRD DKI: Ini Hanya Memindahkan Kemacetan

Kredit Foto: Partai NasDem

Konten Jatim, Jakarta -

Ketua F-NasDem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino menyoroti kebijakan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang akan memberlakukan sistem electronic road pricing (ERP) alias jalan berbayar.

Diketahui, dihimpun dari berbagai sumber, ERP adalah penerapan jalan berbayar berbasis elektronik untuk mengurai kemacetan, di mana pemerintah menarik biaya dari pengendara ketika melewati jalanan di mana sistem diterapkan.

Merespons rencana penerapan ERP, Wibi menyebut bahwa hal ini hanya akan memindahkan kemacetan yang ada ke jalur yang lainnya.

Baca Juga: Apa Itu ERP? Sistem Yang Diklaim Bisa Kurangi Kemacetan

"Jadi ini memang hanya memindahkan kemacetan saja dari jalur-jalur yang sudah ditetapkan 25 jalur itu ke jalur lain," ujarnya dalam kanal YouTube tvOneNews, dikutip Konten Jatim pada Kamis (12/1/2023).

Alih-alih menerapkan sistem tersebut, kata Wibi, alangkah lebih baik jika pemerintah mau membereskan terlebih dahulu transportasi publik, pedestrian, trotoar, serta jalur sepeda yang ada.

"Makanya daripada itu, bereskan dulu itu transportasi publik, bereskan dulu pedestrian kita, trotoar kita, jalur sepeda kita, sehingga masyarakat itu merasa nyaman dan aman. Itu poin pentingnya di situ," ucapnya.

"Jadi kebijakan ini janganlah menindas ketika pemerintah ini belum menyediakan infrastruktur yang cukup layak, tiba-tiba kita dihadapkan pada jalan berbayar. Menurut saya itu nggak fair. Pasti rakyat akan marah di situ," terangnya.

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan sistem ERP.

Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, untuk tarifnya sendiri berkisar antara Rp5 ribu sampai Rp19 ribu.

Syafrin menjelaskan, bahwa tarif tersebut bukanlah tarif yang tetap (fixed price).

Tarif itu bergantung pada level of service jalan.

Baca Juga: Apa Saja Keuntungan ERP untuk Jakarta? Ini Penjelasan Dishub

Lebih lanjut kata dia, yang menentukan tarif tersebut adalah seberapa tingkat kepadatan saat suatu kendaraan masuk ke suatu kawasan.

"Jadi untuk tarif memang yang kami usulkan itu range-nya adalah Rp5 ribu sampai dengan Rp19 ribu," ujarnya.

"Tarif ini tentu tidak fixed price bahwa sehari Rp5 ribu tetapi sangat tergantung pada level of service jalan. Misalnya pada satu kondisi, lalu lintasnya sangat macet, maka tarif yang dikenakan adalah tarif tertinggi Rp19 ribu pada saat itu. Tapi kemudian setelah itu mungkin 1 jam kemudian level of service-nya membaik artinya misalnya rasio volume lalu lintas dengan kapasitas ruas jalan itu menjadi 0.7 misalnya, maka tarifnya akan di-adjust, dia akan turun," terangnya.

"Sehingga tarif ini yang menentukan adalah berapa tingkat kepadatan pada saat yang bersangkutan akan masuk ke satu kawasan," tandasnya.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO