Menu


Sejarah Hari Ini: Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-68

Sejarah Hari Ini: Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-68

Kredit Foto: Kemendikbud

Konten Jatim, Depok -

Sejarah hari ini, tepatnya pada 18 April, diperingati Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika. Pada Selasa (18/4/2023), Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika yang ke-68 diperingati sebagai salah satu peristiwa bersejarah tidak hanya di Indonesia, melainkan dunia.

Adanya Konferensi Asia-Afrika ini bisa dikatakan mempengaruhi lanskap politik global serta memiliki pengaruh terhadap beberapa sektor lain. Konferensi pertama dilaksanakan di Bandung pada 18 April 1955, dan mulai menjadi agenda 10 tahunan begitu memasuki abad ke-21.

Berikut sejarah singkat mengenai Konferensi Asia-Afrika mulai dari latar belakang dan hasil perundingan menyadur laman resmi Kemendikbud Ristek dan beberapa sumber lain.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Memperingati Hari Hemofilia Sedunia

Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika

Latar Belakang

Konferensi Asia-Afrika (KAA) berlangsung di Gedung Merdeka yang berlokasikan di Bandung, Jawa Barat. KAA sendiri dimulai pada 18 April 1955 dan berakhir pada 24 April 1955, dan dilangsungkan dengan membicarakan topik yang cukup pelik.

Pada masa itu, perlu diketahui bahwa mayoritas negara yang mengikuti KAA adalah negara dari Asia dan Afrika yang belum lama merdeka dari penjajah. Sebagai gambaran, inilah daftar negara yang menghadiri KAA di Bandung pada 1955 silam.

  1. Afghanistan
  2. Saudi Arabia
  3. Myanmar
  4. Sri Lanka
  5. Republik Rakyat Tiongkok
  6. Ethiopia
  7. India
  8. Indonesia
  9. Irak
  10. Iran
  11. Jepang
  12. Kamboja
  13. Laos
  14. Lebanon
  15. Liberia
  16. Libya
  17. Mesir
  18. Nepal
  19. Pakistan
  20. Filipina
  21. Siprus
  22. Sudan
  23. Syria
  24. Thailand
  25. Turki
  26. Republik Demokratik Vietnam
  27. Republik Vietnam
  28. Yaman
  29. Yordania

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Kapal Titanic Mulai Tenggelam, Apa Cacatnya?

KAA sendiri diprakarsai oleh 5 perwakilan negara, yakni Ali Sastroamidjojo dari Indonesia, Mohammad Ali Bogra dari Pakistan, Jawaharlal Nehru dari India, John Kotelawala dari Nepal dan U Nu dari Myanmar. 

Semuanya datang dan membahas permasalahan serupa, yakni melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet atau negara imperialis lainnya. Negara-negara yang hadir sadar akan kekuatan Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam mempengaruhi lanskap politik global.

Eksistensi KAA sendiri diawali dari Persidangan Bogor pada tahun 1949. Sebagai catatan Persidangan Bogor merupakan pendahuluan bagi Persidangan Kolombo di Sri Lanka yang akhirnya menjadi titik awal KAA dimulai dan dihadiri 29 negara yang sudah disebutkan di atas.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa KAA merefleksikan apa yang dianggap penyelenggara sebagai keengganan kekuatan Barat untuk berkonsultasi dengan mereka mengenai keputusan dalam mempengaruhi Asia dalam pengaturan ketegangan Perang Dingin.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Kecelakaan Lion Air 904 di Ngurah Rai Pada 2013

Hasil Akhir

Diskusi mengenai Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur ini memakan waktu selama seminggu. Meskipun demikian, pada akhirnya para negara peserta berhasil mencapai titik akhir terhadap apa yang menurut mereka layak disampaikan mengenai perseteruan kubu tersebut.

Hasil akhir ini berbentuk Dasasila Bandung yang menggabungkan prinsip-prinsip Piagam PBB diadopsi dengan suara bulat. Terdapat 10 poin dalam Dasasila Bandung antara lain:

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Berdirinya Pengadilan Pajak Sejak 2002

  1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
  2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara;
  3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil;
  4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain;
  5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB;
  6. Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun; Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun;
  7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara manapun;
  8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrase, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB;
  9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama;
  10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO