Menu


Pengertian Restorative Justice yang Hampir Selamatkan Mario Dandy

Pengertian Restorative Justice yang Hampir Selamatkan Mario Dandy

Kredit Foto: Pexels/Ekaterina Bolovtsova

Konten Jatim, Depok -

Kasus penganiayaan David Ozora yang merupakan anak dari petinggi Gerakan Pemuda (GP) Ansor hampir disorot publik ketika Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif bagi pelaku, yakni Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas.

Banyak pihak yang menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap putusan ini karena keduanya dianggap sangat tidak layak mendapatkan hak tersebut. Beruntungnya, Kejati DKI Jakarta membatalkan putusan yang sebelumnya dibuat.

Sebenarnya, apa pengertian restorative justice yang hampir membuat komplotan Mario Dandy selamat dari lubang jarum? Berikut pengertiannya melansir situs hukumonline.org pada Senin (20/3/2023).

Baca Juga: Kejagung Sebut Komplotan Mario Dandy Tidak Layak Dapat Restorative Justice

Apa Itu Restorative Justice?

Pada dasarnya, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan cara di mana pihak yang terlibat dalam suatu konflik di ranah hukum menyelesaikan permasalahan mereka di luar ranah hukum itu sendiri. Apa maksudnya?

Restorative justice bermaksud menyelesaikan masalah yang semula berkaitan dengan hukum pidana, berubah menjadi dialog dan mediasi antara pihak terlibat. Bisa dikatakan, restorative justice adalah semacam diskusi untuk mencapai mufakat terkait inti masalah dari pihak-pihak bersangkutan.

Keberadaan restorative justice sendiri sebenarnya bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan adil dan seimbang. Adanya restorative justice ini juga diharapkan mampu memperbaiki hubungan pihak-pihak dalam masalah yang kemungkinan memburuk karena kasus tersebut.

Namun, terkadang restorative justice bisa dipakai untuk meringankan masalah orang-orang dengan pihak lain. Jadi, mereka akan terhindar dari hukum pidana berat yang menanti ketika berada di pengadilan, dan bisa “berdamai” dengan pihak lain.

Syarat Mengajukan Restorative Justice

Disebutkan dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020, ada 7 syarat yang bisa membuat pihak-pihak terlibat untuk mengajukan restorative justice. Persyaratan-persyaratan yang dimaksud dalam peraturan tersebut yaitu:

  • Tindak pidana baru kali pertama dilakukan;
  • Kerugian di bawah Rp2,5 juta;
  • Pelaku dan korban sudah menyepakati ini;
  • Pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun;
  • Tersangka mengembalikan barang-barang;
  • Tersangka bersedia ganti rugi kepada korban;
  • Tersangka wajib ganti rugi biaya kerusakan.

Baca Juga: Tidak Terapkan Restorative Justice Terhadap Mario Dandy, Pakar Hukum Apresiasi Kejati DKI

Tujuan Pengadaan Restorative Justice

Dalam Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407, dan Pasal 482, KUHP konsep restorative justice bisa diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama tiga bulan dan denda Rp2,5 juta.

Tertulis juga kalau anak-anak dan perempuan yang sedang menghadapi hukum, korban atau saksi tindak pidana serta pecandu dan penyalahgunaan narkoba bisa memperoleh restorative justice.

Di sini, disimpulkan kalau restorative justice memiliki tujuan bagi pelaku pidana untuk memperbaiki segala perbuatan buruk yang dilakukan kepada korban. Sayangnya, tidak semua restorative justice bertujuan untuk hal tersebut.

Selain itu, penerapan restorative justice di Indonesia dianggap masih belum optimal dan perlu ditingkatkan dalam berbagai lingkungan.

Baca Juga: Penyelidikan Formula E Masih Berlanjut, KPK Lagi Cari Orang yang Bertanggung Jawab Secara Hukum

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO