Menu


5 Kemiripan Peristiwa KM 50 dan Kasus Polisi Tembak Polisi di Rumah Kadiv Propam, dari Matinya CCTV Sampai Kondisi Mayat yang...

5 Kemiripan Peristiwa KM 50 dan Kasus Polisi Tembak Polisi di Rumah Kadiv Propam, dari Matinya CCTV Sampai Kondisi Mayat yang...

Kredit Foto: Viva

Konten Jatim, Jakarta -

Kata KM 50 menempati peringkat teratas trending topic twitter Indonesia pada Rabu (13/7/2022) siang. 

KM 50 sendiri mengacu ke peristiwa tewasnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang katanya terjadi di KM 50 tol Cikampek pada 7 Desember 2020. 

Masuknya KM 50 dalam trending topic tak lepas dari banyaknya netizen yang membanding-bandingkan kejanggalan dalam peristiwa tersebut dengan kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022). 

Kasus polisi tembak polisi melibatkan seorang pelaku yang merupakan anggota kepolisian berpangkat Bhayangkara Dua dengan inisial nama E alias Bharada E. 

BACA JUGA: Isu Selingkuh di Balik Kejadian Polisi Tembak Polisi, Istri Kadiv Propam Sempat Dipanggil 'Kamu' oleh Brigadir J yang Akhirnya Tewas

Adapun korbannya adalah seorang anggota polisi bernama Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 

Jika ditelusuri, memang banyak kemiripan antara peristiwa KM50 dan kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Ferdy Sambo. 

Berikut beberapa kemiripan tersebut seperti yang dirangkum Kontenjatim dari berbagai sumber:

1. Pelaku Tak Mengalami Luka Meski Katanya Baku Tembak

Dalam peristiwa KM 50, 6 dari 10 anggota FPI tewas setelah terlibat baku tembak dengan 6 orang penyidik.

Awal kejadian penembakan ini terjadi saat polisi tengah melakukan pengintaian terhadap 10 anggota FPI ini. Namun pengintaian itu diketahui saat tiba di Jalan Tol Cikampek KM 50. Mobil penyidik pun dipepet dan diserang menggunakan senjata api dan senjata tajam.

Dengan alasan untuk membela diri, anggota penyidik melakukan penembakan ke arah 6 orang anggota FPI itu dan terjadilah aksi saling baku tembak.

Akibatnya, 6 dari 10 anggota FPI meninggal. Namun diketahui lebih lanjut, 6 orang dari penyidik tidak ada yang terluka.

"Tidak ada anggota terluka," ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran.

Sama halnya dengan peristiwa KM 50, kasus baku tembak antar polisi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo juga memiliki kejanggalan.

Bharada E diketahui melepaskan tembakan lima kali ke arah Brigadir J dan Brigadir J membalas tujuh kali tembakan.

Namun kejanggalan disorot warganet. Bharada E tidak mengalami luka tembak sediktpun dari temabkan Brigadir J. Sedangkan satu dari lima tembakan yang dilepaskan Bharada E mengenai tangan dan menembus ke arah badan Brigadir J.

2. CCTV Katanya Lagi Tak Berfungsi

Dalam kasus KM 50, kamera pengawas sebagai tanda bukti untuk melihat peristiwa penembakan dinyatakan sedang tidak berfungsi. 

Kejadian baku tembak antara enam anggota Lakskar FPI dengan anggota Polda Metro Jaya itu terjadi pada Senin 7 Desember 2020 dini hari.

BACA JUGA: Di balik Kasus Polisi Tembak Polisi, Ada Dugaan Istri Kadiv Propam dan Brigadir J Miliki Kisah Asmara?

Anehnya, saat ingin dilakukan pengecekan, CCTV dikatakan telah offline sejak sehari sebelumnya yakni Minggu 6 Desember 2020 dan baru online kembali pada Senin 7 Desember 2020 pukul 16.00 WIB. 

Menurut Direktur Operasi PT Jasa Marga Tollroad Operator Yoga Trianggoro CCTV yang terpasang sepanjang KM 49-72 itu mengalami kerusakan serat fiber optik saat insiden penembakan berlangsung.

Kejadian CCTV yang tak berfungsi ini juga terjadi dalam kasus penembakan Brigadir J. Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, seluruh kamera CCTV mati karena decoder-nya rusak sehingga tidak merekam saat adanya baku tembak itu.

Budhi mengatakan, CCTV telah mati atau tak berfungsi sejak dua minggu lalu.

3. Luka Tidak Wajar

Banyak luka tak wajar dalam peristiwa tembak-menembak anggota FPI dan kepolisian di KM 50 itu. Hal tersebut dijelaskan Aziz Yanuar yakni Kuasa Hukum FPI.

Aziz mengatakan selain luka tembak, terdapat luka lebam yang bukan disebabkan oleh selongsong peluru.

Aziz pun meyakini bahwa 6 anggota FPI itu bukanlah meninggal akibat tembakan namun adanya tindakan lain yang dilakukan pihak kepolisian.

Sedangkan dalam kasus Brigadir J juga ditemukan kejanggalan yakni adanya luka sayatan di beberapa tubuhnya. Bahkan dua ruas jari Brigadir J dilaporkan putus.

Selain itu Brigadir J juga mengalami luka senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut , dan kakinya.

Namun menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, luka sayatan itu muncul akibat proyektil yang ditembakkan oleh Bharada E. 

4. Keluarga Dipersulit Lihat Kondisi Korban

Setelah kejadian penembakan di KM 50, pihak FPI menyatakan bahwa keluarga dipersulit untuk menemui enam korban dari penembakan yang dilakukan polisi itu.

Tim kuasa hukum korban penembakan yang sudah berada di RS Polri kala itu dilarang untuk masuk melihat apalagi mengambil jenazah.

"Tidak dikasih lihat jenazah. Tidak dikasih bawa jenazah padahal kuasa sudah lengkap kita sampaikan kepada pihak RS Polri," ujar Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI Aziz Yanuar.

Sama halnya dengan kasus KM50, bibi dari mendiang Brigadir J, Rohani Simanjuntak mengaku pihak keluarga sempat dilarang untuk melihat jenazah korban.

Padahal saat itu Jenazah Brigadir J sudah tiba di Jambi dan berada di rumah duka pada Sabtu (9/7/2022).

Bahkan pihak keluarga Brigadir J juga dilarang untuk mendokumentasikan kondisi korban saat jenazahnya datang pertama kali di rumah duka.

5. Orangtua Korban Ragukan Keterangan Polisi

Keluarga korban anggota FPI penembakan di KM 50 meminta DPR membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk mengusut tuntas kasus kematian enam anggota FPI ini.

Hal ini dilakukan pihak keluaraga dengan alasan meragukan keterangan dari pihak kepolisian terhadap kasus ini.

Menurut kuasa hukum korban FPI Achmad Michdan, keluarga korban bukannya tidak percaya dengan keterangan pihak kepolisian, melainkan dengan adanya TPF diharapkan hasil lebih netral dan transparan.

Tidak hanya dalam kasus KM 50, keluarga Brigadir J juga meragukan pernyataan polisi terhadap kasus penembakan ini. Mereka pun berharap polisi bisa menunjukan rekaman CCTV.

"Kami meminta rekaman CCTV itu dibuka. Biar kami lihat peristiwa yang menimpa Yosua," ujar Rohani Simanjuntak, bibinya Brigadir J.

Keterangan polisi mengatakan bahwa korban tewas karena luka tembak. Namun disisi lain banyak luka sayatan di badan Brigadir J yang membuat keluarga menaruh kecurigaan dan akhirnya meragukan keterangan pihak kepolisian.

"Di mata sebelah kanan, ada bekas sayatan. Di hidung ada bekas jahitan. Bibirnya juga. Bahkan, darah keluar dari jari manis sebelah kiri. Kok ada luka seperti ini?" tuturnya.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024