Menu


Alih-alih Misi Perdamaian, Eh Mantan Dubes Ini Justru Bilang Kunjungan Jokowi ke Ukraina Hanya Sebatas..

Alih-alih Misi Perdamaian, Eh Mantan Dubes Ini Justru Bilang Kunjungan Jokowi ke Ukraina Hanya Sebatas..

Kredit Foto: Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kamboja Nazaruddin Nasution

Konten Jatim, Jakarta -

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Kamboja 2000-2003 Nazaruddin Nasution atau yang kerap disapa Nazar ikut menyoroti kunjungan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina dan Rusia.

Ia membandingkan dua kasus yang terjadi di dunia, jika Indonesia ingin mengambil bagian untuk menjadi mediator antara Ukraina dan Rusia.

"Saya mencoba untuk membuat perbandingan dengan dua konflik yang terjadi di dunia ini, yang pertama konflik Kamboja, dan konflik Israel-Palestina," ujarnya dalam Diskusi Publik bertajuk 'Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi', dikutip, Senin, 4 Juli 2022. 

Baca Juga: Dihujat hingga Disebut Pembohong, Dosen Ini Justru Ungkap Strategi Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia

Ia mengatakan bahwa Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Mochtar Kusumaatmadja sangat berperan dalam invasi Vietnam-Kamboja.

"Kalau dahulu kita mengetahui prof Mochtar pada akhirnya karna kepiawaian beliau yang bisa mendekati Vietnam, Vietnam itu kemudian itu menyetujui bahwa Indonesia adalah mediator dalam kasus invansi Vietnam ke Kamboja tersebut," ucapnya.

Indonesia, kata Nazar, pada saat itu berperan, karena dalam hal ini ASEAN memberikan mandat kepada Indonesia sebagai mediator.

"Kemudian yang kedua, kita juga melihat bahwa Indonesia pada saat ini, hubungan internasional kita low profile tidak high profile," katanya.

Dahulu, lanjut Nazaruddin, Indonesia dapat menjadi mediator karena memiliki sifat high profile untuk menghadapi masalah-masalah internasional.

"Jadi saya melihat satu langkah yang dilakukan presiden ke Ukraina dan Rusia merupakan langkah yang berani, tetapi bagaimana tindak lanjutnya?," tanyanya.

Persoalannya adalah, kata Nazar Indonesia pada saat ini sebagai tuan rumah Presidensi G20, tentu katanya, Indonesia tidak ingin agenda besar tersebut terganggu oleh kedua negara yang sedang berseteru.

Baca Juga: Digadang-gadangkan Membawa Misi Perdamaian, Ternyata Ini Harapan di Balik Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia

"Apakah ini semata-mata untuk melancarkan pelaksanaan Presidensi G20 ini di dalam agenda-agendanya?" tanyanya.

Menurutnya, Indonesia hanya sebatas untuk melancarkan acara G20 November mendatang, tidak menjadi untuk mediator antara Ukraina dan Rusia.

"Saya kira mungkin baru sebatas itu, kalau menurut penghematan saya ya, jadi tidak sampai kita mengambil peranan yang terlalu jauh supaya kita menjadi mediator antara Rusia dengan Ukraina," katanya.

"Kedua, saya memang melihat konflik Ukraina dan Rusia sangat komplikatif karena melibatkan Uni Eropa dan NATO," tuturnya.

Oleh sebab itulah, menurutnya, tidak mungkin Indonesia mengambil bagian di dalam pertikaian antara kedua negara tersebut.

"Mungkin ini sifatnya hanya temporer saja apa yang dilakukan oleh Jokowi, karena kedudukan Indonesia sebagai G20," imbuhnya.

"Persoalannya adalah Ukraina bukan anggota G20, apakah Ukraina akan diundang secara khusus?," kata Nazar.

Ia pun mengatakan apabila Indonesia ingin bertindak sebagai mediator, tapi tidak pada tingkat kepala negara.

Ia menilai langkah ini merupakan langkah yang seharusnya dilakukan oleh Menteri Luar Negeri, untuk lebih aktif melakukan pendekatan kepada kedua negera yang bersangkutan.

"Kalau sekiranya indonesia di minta oleh Ukraina dan Rusia menjadi mediator pertikaian mereka," pungkasnya. []

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO



Berita Terkait