Menu


Cak Imin Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus, Sejumlah Pihak Tak Terima

Cak Imin Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus, Sejumlah Pihak Tak Terima

Kredit Foto: DPR RI

Konten Jatim, Jakarta -

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menjadi perhatian usai mengusulkan penghapusan jabatan gubernur.

Banyak yang tak terima dengan usulan tersebut, salah satunya adalah anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus. Ia mengatakan ketidaksetujuannya terkait usulan tersebut.

Legislator PAN itu juga meyakini banyak pihak yang tidak setuju dengan wacana tersebut. Jika usulan itu menyangkut evaluasi pemilihan gubernur, fraksi Guspardi sangat terbuka untuk membahasnya.

Baca Juga: Cak Imin Usul Penghapusan Jabatan Gubernur, Jokowi: Perlu Dikaji dan Kalkulasi

”Kalau soal sistem pemilihan bisa kita bahas bersama,” terangnya saat dihubungi Jawa Pos (grup FAJAR) kemarin (1/2).

Pendapat yang sama disampaikan anggota DPR dari Partai Demokrat Herman Khaeron. Dia tidak setuju dengan wacana penghapusan jabatan gubernur. Jabatan gubernur masih dibutuhkan untuk membantu presiden dalam mengoordinasikan daerah-daerah di wilayahnya. ”Jika dihapus, lalu siapa yang memimpin provinsi?” ungkapnya.

Namun, Herman mengamini kalau yang disuarakan tentang evaluasi sistem pemilihan gubernur agar lebih baik ke depan. Sistem pemilihan sangat terbuka untuk didiskusikan kembali. Ada banyak opsi yang bisa dibicarakan dalam sistem pemilihan gubernur.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR dari PKB Yanuar Prihatin mengatakan, usul utama yang disampaikan Muhaimin sebenarnya penghapusan pemilihan gubernur secara langsung. Bukan penghapusan jabatan gubernur. Menurut dia, penghapusan jabatan gubernur bukan hal pokok dan prioritas.

”Bisa iya, bisa juga tidak. Bergantung efektivitas pemerintahan provinsi setelah dilakukan penataan ulang dalam pemilihan gubernur,” tuturnya.

Baca Juga: Cak Imin Usulkan Gubernur Dihapus, Teddy Gusnaidi: Akan Banyak Tabrakan Sana-Sini

Mengapa pemilihan langsung gubernur perlu ditinjau ulang? Pertama, kata Yanuar, pragmatisme politik dalam pemilihan langsung di Indonesia sudah pada tingkat membahayakan demokrasi, moral, mental, akhlak para elite, dan masyarakat. Kedua, konsep otonomi daerah di Indonesia bertumpu pada kabupaten/kota. Bukan pada tingkat provinsi. Dengan demikian, tugas dan kewenangan gubernur sebenarnya terbatas.

Ketiga, posisi dan kedudukan gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Gubernur bukan kepala daerah yang otonom dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya. ”Nah, bila tugas dan kewenangannya terbatas, kenapa harus dipilih langsung?” tandasnya.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Fajar.