Menu


Mengejutkan! Di Indonesia, Pola Pikir Sarjana Terhadap LGBT Gak Ada Bedanya dengan yang Lulusan SD, Mungkin Karena Hal Ini

Mengejutkan! Di Indonesia, Pola Pikir Sarjana Terhadap LGBT Gak Ada Bedanya dengan yang Lulusan SD, Mungkin Karena Hal Ini

Kredit Foto: Pexels/Markus Spiske

Konten Jatim, Jakarta -

Penolakan terhadap Kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih kuat digalakkan sekelompok masyarakat Indonesia. 

Hal ini diutarakan oleh Ilmuwan politik, Prof. Saiful Mujani dalam Saiful Mujani Reserach and Consulting (SMRC) yang merilis sebuah survei untuk mengetahui seberapa intolerankah masyarakat terhadap kaum LGBT.

Dalam Survei SRMC itu, Saiful menyoroti apakah pendidikan ikut mempengaruhi penolakan pada LGBT atau tidak.

Terdapat empat kategori yang diteliti yakni pendidikan SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi atau sarjana.

BACA JUGA: Survei: 68 Persen Orang Indonesia Alergi Tetanggaan Sama LGBT, Semakin Beragama Semakin Intoleran Terhadap Kalangan Penyuka Sesama Jenis

Empat kategori tingkatan pendidikan itu ditanya apakah mereka menolak atau tidak memiliki tetangga LGBT, terdapat guru LGBT di sekolah negeri, dan terakhir memiliki pejabat LGBT di pemerintahan.

Menariknya, warga yang berpendidikan tinggi atau yang mengenyam perguruan tinggi dan SMA memiliki hasil tinggi dalam menolak kelompok LGBT.

Dalam hal bertetangga dengan orang LGBT, 61% masyarakat lulusan perguruan tinggi menolak atau sangat keberatan. Sementara yang berpendidikan SMA memperoleh hasil sebanyak 68%. Sedangkan kelompok SLTP 72%, dan SD 67%.

Kategori LGBT yang menjadi guru di sekolah negeri, kelompok pendidikan tinggi menolak sebanyak 77%, sedangkan SMA menduduki peringkat teratas yakni 82%, SMP 77 persen, dan SD 72%.

Sementara yang menolak LGBT jadi pejabat pemerintah, ada 77am kelompok perguruan tinggi, dan 83% di kelompok SMA, 79% di kelompok SLTP, dan 74% di kelompok pendidikan SD.

Dari hasil tersebut, Saiful mengira semakin tingginya pendidikan maka toleransi terhadap kaum LGBT akan besar. Namun nyatanya tidak.

"Ada memang yang berpendidikan lebih tinggi itu menolak LGBT, dibanding yang kurang berpendidikan, tapi tidak terlalu jauh sebenarnya hanya 5-6% aja bedanya," tutur Saiful.

BACA JUGA: Waduh, Ketua MUI Bilang Pelaku Pernikahan Usia Dini Gak Perlu Dipidana! Lalu Kait-kaitkan dengan Zina dan LGBT

"Saya mengharapkan bedanya 30%, tapi ternyata tidak. Jadi yang berpendidikan tinggi pun tidak menerima LGBT," lanjutnya kembali.

Bahkan Saiful berharap, pendidikan bisa menjadi benteng untuk memodernisasi masyarakat menjadi lebih terbuka.

Saiful menyimpulkan bahwa pendidikan tidak memberi pengaruh terhadap keterbukaan masyarakat terhadap kelompok LGBT.

"Jadi pendidikan tidak punya pengaruh dalam hal ini. Tidak membuat lebih toleran terhadap orang yang memiliki latar belakang LGBT," tuturnya.

Sebagai informasi, survei ini dilakukan secara tatap muka pada 10-17 Mei 2022. 

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. 

Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden.  

Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1060 atau 87%. Sebanyak 1060 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,07% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024



Berita Terkait