Menu


Pernyataan Soal Putusan MK Ramai, Denny Indrayana: No Viral, No Justice

Pernyataan Soal Putusan MK Ramai, Denny Indrayana: No Viral, No Justice

Kredit Foto: Warta Ekonomi/Sufri Yuliardi

Konten Jatim, Surabaya -

Setelah cuitannya soal informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) viral. Eks Wamenkumham era Presiden SBY, Denny Indrayana kembali muncul melalui sebuah video.

Dalam video tersebut, Denny mengaku mengikuti perkembangan pemberitaan dan ramainya isu yang kali pertama ia hembuskan itu.

Baca Juga: BPK Temukan Dana KJP dan KJMU yang Mengendap, Pemprov DKI Beri Klarifikasi Begini

Pada unggahannya, Denny Indrayana bercuit soal informasi terkait sistem pemilu yang kembali menjadi sistem proporsional tertutup.

Informasi yang ia sebarluaskan itu lantas direspon banyak pihak, salah satunya Presiden ke-6 SBY. “Saya juga melihat tweet yang dilepaskan Menko Polhukam Mahfud MD,” ujarnya dikutip dari fajar.co.id, Selasa (30/5/2023).

Setelah mendapat informasi itu, Denny merasa bahwa itu harus diketahui oleh publik. “Inilah bentuk transparansi, inilah bentuk advokasi publik dan pengawalan terhadap putusan Mahkamah Kostitusi,” kata dia.

Baca Juga: Anas Urbaningrum: Sistem Proporsional Tertutup Jadi Kemunduran Demokrasi Indonesia

Salah satu alasan yang mendasari Denny menyebarkan informasi itu adalah melihat kondisi di Indonesia.

Dimana sebuah peristiwa atau kasus tidak akan direspon atau ditangani dengan semestinya jika belum menjadi viral dan sorotan publik.

“Jika tidak menjadi perhatian publik, maka keadilan akan menjadi sulit untuk hadir,” katanya.

“No viral, no justice,” sambungnya.

Karena itu ia menganggap perlu dilakukan upaya pengawalan dengan mengungkapkan informasi yang ia terima kepada publik melalui media sosial.

Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Bisa Moncer Jika Menghindar dari Blunder Politik

“Jika MK memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup artinya MK melanggar prinsip dasar open legal policy.

Soal proporsional terbuka atau tertutup, kata dia, sepenuhnya wewenang dari pembuat undang-undang. “Presiden, DPR dan DPD. Bukan MK,” jelasnya.

Jika kemudian MK memutuskan sistem proporsional tertutup, maka jelas akan mengganggu proses pemilu yang saat ini sedang berjalan.

Jika di tengah jalan diubah, tentu akan mengganggu partai-partai politik karena harus menyusun ulang dan tidak tertutup kemungkinan para caleg tersebut mundur. “Karena mereka tidak ada di nomor jadi,” ulasnya.

Baca Juga: Anas Urbaningrum: Sistem Proporsional Tertutup Jadi Kemunduran Demokrasi Indonesia

Atas alasan itu pula yang mendasarinya perlu melakukan langkah-langkah advokasi dan pencegahan. “Karena saya khawatir MK punya kecenderungan sekarang jadi alat untuk strategi pemenangan pemilu,” katanya.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Fajar.