"Jadi baik terbuka maupun propprsional tertutup, itu sama sahnya, sama konstitusionalnya. Bahkan sekalipun misalnya kita menerapkan sistem yang tidak pernah diterapkan, itu sah juga dalam kerangka konstitusi kita," ujar Refly.
Namun jika akhirnya pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup, menurut Refly, maka dalam politik Indonesia yang sangat oligarki dan sangat elitis, rakyat kehilangan akses untuk memilih siapa yang harus terpilih masuk parlemen.
"Karena terjadi diskriminasi tentunya antara mereka yang diurutkan di urutan 1, 2 dan mereka yang ditempatkan di nomor 3, 4 dan seterusnya," jelas Refly.
"Karena menurut data yang ada ya paling satu partai hanya bisa mendapatkan maksimal dua kursi saja di satu dapil. Rata-rata satu kursi dan jarang bisa tiga kursi," pungkasnya.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan