Menu


Ini Alasan Tempat Wudhu dan Toilet Hendaknya Tidak Disatukan

Ini Alasan Tempat Wudhu dan Toilet Hendaknya Tidak Disatukan

Kredit Foto: Freepik

Konten Jatim, Jakarta -

Ustaz Adi Hidayat mengatakan bahwa toilet dan tempat untuk mengambil wudhu seharusnya tidak menjadi satu tempat atau tidak disatukan.

Hal ini sendiri terjadi karena beberapa doa yang dipanjatkan sebelum maupun sesudah mengambil wudhu.

Saat mengambil wudhu sendiri, biasanya kita akan membaca bismillahirrahmanirrahim yang ternyata dibacakan untuk meminta keberkahan dan segala hal baik.

Baca Juga: Bolehkah Berwudhu di Kamar Mandi? Begini Penjelasan Ustaz Adi Hidayat

“(Bismillahirrahmanirrahim adalah, red) sebagai mula kita mengerjakan segala kebaikan dengan dasar yang nabi sabdakan dan itu juga sebagai ekspresi, ungkapan, gambaran, atas dasar niat yang kiat tujukan dari wudhu itu, kita arahkan untuk dapatkan rida Allah,” jelas Ustaz Adi.

Selain pembacaan bismillahirrahmanirrahim, sebagian umat Muslim juga akan membaca kalimat syahadat ketika selesai berwudhu.

“Di akhir wudhu kita berdoa dengan mengucapkan syahadat, asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Kemudian kita mengatakan allaahummaj'alnii minat tawwaabiin, waj'alnii minal mutathahhiriin, kalau kita kemudian mau tambahkan dengan doa waj’alnii min ‘ibadikash shaalihiin.

Baik syahadat ataupun kalimat toyyibah sendiri hendaknya tidak dilakukan di kamar mandi atau toilet karena toilet merupakan tempat untuk membuang hadas kecil maupun hadas besar.

Akan tetapi, bila kondisinya tidak memungkinkan atau memang tidak ada tempat untuk memisahkan antara toilet dan tempat untuk berwudhu, maka tidak menjadi masalah.

Baca Juga: Apakah Boleh Wanita yang Sedang Haid Berwudhu? Ini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Kondisi ini pun bisa dikategorikan sebagai kondisi mendesak yang membuat kita tak jadi masalah bila tak bisa memisahkan antara tempat wudhu dan toilet biasa.

“Kaidah juga mengatakan kondisi-kondisi yang mendesak itu, kondisi-kondisi yang tidak biasa itu membolehkan, bahkan yang terlarang pun (diperbolehkan, red) asalnya diperkenankan.”