Menu


Senator DPD Sebut Model Voting Hakim MK Degradasi Konstitusi?

Senator DPD Sebut Model Voting Hakim MK Degradasi Konstitusi?

Kredit Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

Konten Jatim, Jakarta -

Senator DPD, DR Abdul Kholik menyebut nilai konstitusional putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perpanjangan masa jabatan pimpinan hanya 55 persen.

Hal ini sangat ironis karena lambaga yang seharusnya menjadi pengawal konstitusi justru dalam praktiknya cenderung mendegradasi konstitusi.

Baca Juga: Jabatan KPK Diperpanjang agar Sama dengan Lembaga Lain, Pengamat: Padahal Hakim MK Dijabat 15 Tahun

''Norma Kosntitusi itu merupakan hasil keputusan di lembaga yang merupakan lembaga yang menjadi penjelamaan dari wkil rakyat di MPR. Ketentuan korum ketika memutuskan lembaga itu pun dahuku minimal 2/3, bukan 50 persen+1. Nah, dalam kasus putusan masa perpanjangan jabatan pimpnan KPK dari sembilan hakim hanya lima orang yang setuju. Artinya, bila dipersentasi hanya berkiasar 55 persen. Ini kan sangat ironis,'' kata Abdul Kholik, di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).

Menurut Kholik, hal ironis itu berarti putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK 45 persen tidak konstitusional. Karena itu ke depan MK sebaiknya tidak lagi melakukan voting dalam menafsir putusan konstitusi.''Ini karena konsitusi itu merupakan produk hukum dasar mestinya putusan MK dilakukan dengan cara musyawarah mufakat sehingga putusan bulat. Jangan mengikuti praktik 50 persen+1,'' tegasnya.

Baca Juga: MK Ubah Masa Jabatan Pimpinan KPK, Komisi III Singgung Masa Jabatan Hakim MK Juga Bisa Digoyang

''Karena itu saya mengusulkan sebaiknya  tata cara mengusukan putusan MK diubah agar semua produk putusannya bukan hasil pandangan yang terbelah dari para hakimnya. Voting putusan dihapus agar nanti menjadi musyawarah mufakat sesuai prinsip demokrasi Pancasila,'' tandasnya.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.