Di antaranya, yaitu lokasi, desain, serta fondasi dengan rentang waktu kurang lebih sekitar 4-6 bulan sampai pembangunannya benar-benar selesai. Sementara dalam kasus dugaan korupsi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Menkominfo Mahfud MD sempat membongkar beberapa fakta. Pertama, ia mengatakan bahwa proyek BTS itu sebetulnya sudah berjalan sejak tahun 2006 dan lancar hingga 2019. Lalu, masalah pada anggarannya baru ditemui pada tahun 2020.
Proyek dengan nilai Rp28 triliun itu terlebih dahulu dicairkan sekitar Rp10 triliun pada 2020-2021. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan pada Desember 2021, rupanya tidak ada pembangunan menara BTS.
Pihak pekerja kemudian meminta perpanjangan waktu pembangunan hingga Maret 2022 dengan dalih pandemi Covid-19. Begitu disetujui, menara yang berhasil dibangun hanya 1.100 dari total seharusnya sebanyak 4.200 unit.
Pemeriksaan ulang kembali dilakukan dan saat itu menggunakan satelit. Tercatat, jumlah menara BTS yang benar-benar terbangun hanya 957 unit. Belum lagi, Mahfud juga menyinggung adanya biaya untuk konsultan yang diperkirakan mencapai Rp17 miliar, tetapi orangnya tidak ada.
Kemudian, ia turut membahas kemungkinan mark up harga-harga kebutuhan pembangunan yang seharusnya dibanderol Rp5 juta, dinaikkan menjadi Rp15 juta.
Adapun kasus korupsi proyek penyediaan BTS dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI tentu membuat publik heboh. Seluruh proyek itu berada di kawasan terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yakni Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Tak hanya Johnny, Kejagung juga sudah menetapkan beberapa tersangka lain, salah satunya Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Latif.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO