Senada dengan Rizal Ramli, narasumber berikutnya Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto memandang akademisi perlu terlibat aktif dalam menanggapi isu-isu publik. Seperti Pemilu yang akan diselenggarakan di 2024 mendatang.
"Pemilu dikhawatirkan menjadi ajang formalitas semata, yang menguasai pemerintahan hanya kelompok-kelompok tertentu," ujarnya.
Dalam paparannya Wijayanto mengungkapkan hasil survei CSIS bahwa 54 persen pemilih di tahun 2024 adalah milenial. Para pemilih muda ini juga memiliki kriteria tersendiri mengenai calon pemimpin ideal.
Baca Juga: Pakar Sosiolog Sebut Endorsement Jokowi Jadi Tren Baru di Dunia Politik
"Mereka berharap memiliki pemimpin yang jujur, tidak korupsi, dan berpikiran progresif. Mereka tidak lagi berharap pada pemimpin yang sederhana," simpulnya.
Pemilih muda juga menaruh perhatian pada isu kesejahteraan dibanding isu-isu politik identitas dan polarisasi.
"Pemilih muda memandang isu ketimpangan ekonomi dialihkan pada isu politik identitas dan polarisasi yang digunakan untuk menyembunyikan ketimpangan ekonomi yang dirasakan oleh publik" urainya.
Oleh karenanya Wijayanto menyarankan isu kesejahteraan ini perlu terus digulirkan sebagai bagian dari agenda kampanye pemilu. Hal ini berkaca pada negara maju yang berhasil membangun negara dengan mengedepankan kampanye kesejahteraan dan layanan publik.
Baca Juga: Tingkat Kepuasan Masyarakat ke Jokowi Meroket, Elektabilitas PDIP Merosot
"Mengapa negara maju bisa mewujudkan negara kesejahteraan? Pertama karena adanya kesadaran warga negara, yang kedua, tingginya partisipasi politik warga negara, dan yang terakhir adalah kesadaran pemimpin negara," pungkas dia.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan