"Selama ini kan tidak ada presiden dan wakil presiden yang punya visi jelas soal pembenahan hukum yang sangat lemah," kata Gugun, mengutip Republika, Kamis (13/4/2023).
Tapi, ia menekankan, Mahfud MD harus pula melihat koalisi-koalisi mana yang akan melamar. Artinya, tidak bisa asal menerima lamaran dari koalisi parpol yang justru tidak mempunyai visi pembenahan hukum, penegakan hukum dan anti korupsi.
Melihat peta koalisi yang berjalan dinamis, sebagian koalisi masih sangat pragmatis. Koalisi bernafsu mengajukan bos partainya menjadi cawapres. Bahkan, terkesan memaksakan, tanpa melihat visi, kematangan politik dan kepemimpinan.
Koalisi pragmatis dan oportunis ini dinilai bisa berpotensi memperlemah sistem presidensialisme. Padahal, rakyat ingin memperkuat presidentialism system dan butuh cawapres yang tidak sekadar ban serep dan tidak punya peran strategis.
Seharusnya, cawapres bukan hanya pendamping, tapi menutup ruang kosong presiden yang masih bolong. Mahfud MD bisa ditempatkan di sana. Sejak di MK terlihat pula prestasi mengangkat kepercayaan rakyat ke lembaga baru penegak konstitusi.
"Ketika di Kemenkopolhukam bisa dilihat bagaimana visinya untuk pemberantasan korupsi," pungkas Gugun.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024