Jika Anies dipasangkan dengan Airlangga, suara Anies menjadi 28 persen, Ganjar 29 persen, Prabowo 23 persen, tidak jawab 19 persen.
Saiful melanjutkan, jika berpasangan dengan AHY, suara Anies 26 persen, Ganjar 44 persen, Prabowo 20 persen, dan tidak jawab 10 persen.
Baca Juga: Khofifah Jadi Bahan Pertimbangan Cawapres di Gerindra
Jika berpasangan dengan Aher, suara Anies 21 persen, Ganjar 35 persen, Prabowo 34 persen, dan tidak jawab 10 persen.
“Jika berpasangan dengan Andika, suara Anies 19 persen, Ganjar 45 persen, Prabowo 24 persen, dan tidak jawab 13 persen,” paparnya.
“Jika berpasangan dengan Khofifah, suara Anies 30 persen, Ganjar 33 persen, Prabowo 28 persen, dan tidak jawab 9 persen,” lanjut Saiful.
Jika berpasangan dengan Mahfud MD, dukungan pada Anies menjadi 32 persen dan Ganjar 48 persen. Jika Anies mengambil Prabowo sebagai Cawapres, suaranya akan menjadi 35 persen dan Ganjar 52 persen.
Dalam uji statistik ditemukan ada dua tokoh cawapres yang bisa membantu menaikkan suara Anies secara signifikan jika diambil sebagai cawapres melawan Ganjar, yakni AHY dan Khofifah.
“Jika Khofifah dipasangkan dengan Anies, punya probabilitas secara signifikan untuk menaikkan suara Anies. Demikian pula AHY, jika dipasangkan dengan Anies, suara Anies punya peluang untuk naik secara signifikan,” jelas Saiful.
Saiful melihat indikasi Anies lemah di Jawa Timur. Khofifah sebagai orang yang berpengaruh di Jawa Timur dapat menutupi kekurangan ini. Khofiffah sudah beberapa kali teruji kompetitif dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Selain Khofifah, AHY juga berpotensi menaikkan suara Anies secara signifikan jika diambil sebagai cawapres melawan Ganjar. Alasannya, menurut Saiful, adalah karena AHY tidak bisa dipisahkan dari Demokrat dan lebih khusus dengan SBY. SBY adalah orang Pacitan, Jawa Timur, dan punya basis yang sangat kuat di wilayah tersebut. Kemenangan Demokrat pada Pileg 2009 sekitar 20 persen dan mengalahkan PDIP, lanjut Saiful, adalah karena dukungan yang sangat kuat dari Jawa Timur. Jawa Timur adalah lumbung suara Demokrat ketika itu.
Khofifah dan AHY memiliki basis yang sama-sama kuat di Jawa Timur. Bedanya, lanjut Saiful, Khofifah kuat di basis santri NU yang ada di wilayah Tapal Kuda. Sebaliknya, SBY atau AHY memiliki basis di wilayah Mataraman. Mataraman adalah daerah yang secara tradisional dalam studi antropologis disebut sebagai daerah kaum abangan.
“Dua tokoh ini, Khofifah dan AHY, bisa mengisi kekurangan Anies,” kata Saiful.
Pertanyaannya, lanjut Saiful, siapa di antara keduanya yang kemudian lebih potensial untuk dipertimbangkan menjadi cawapres Anies? Khofifah, kata Saiful, memang memiliki kekuatan elektoral seperti AHY, tapi dia tidak punya kekuatan politik untuk membangun koalisi. Khofifah bukan tokoh partai yang bisa mengarahkan keputusan partai untuk berkoalisi.
Sementara AHY adalah ketua umum Partai Demokrat. Dan partainya sudah menginginkan agar dia menjadi cawapres Anies. Dan jika Demokrat mencabut dukungan atau keluar dari Koalisi Perubahan, maka koalisi itu akan bubar.
“Di situ kekuatan AHY yang tidak dimiliki oleh Khofifah. AHY punya partai sebagai kekuatan politik yang bisa menggenapi Koalisi Perubahan (yang mendukung Anies sebagai Capres),” simpulnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO