Matan ialah bagian hadits setelah berhentinya keterangan orang-orang yang meriwayatkannya. Singkatnya, inilah inti dari hadits. Apa bedanya dengan sanad dan rawi?
Terdapat beberapa pengertian dasar yang harus dipahami terkait sanad dan matan dalam mempelajari dan mengkaji ilmu hadits. Sanad secara bahasa ialah sandaran, tempat bersandar, atau yang menjadi sandaran.
Sementara itu, sanad menurut istilah ahli hadits ialah silsilah atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Ini disebut dalam laman Pondok Pesantren IMMIM Pangkep.
Baca Juga: Apa Itu Matan? ‘Inti’ Hadits yang Terus Diriwayatkan
Sebagai contoh, berikut sanad dan matan hadits:
“Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda: ‘Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya.’”
Kalimat yang dicetak tegak lurus ialah sanad, sedangkan yang bercetak miring ialah matan. Letak perbedaanya ialah sanad sebagai riwayat orang-orang yang menyampaikan kepada matan, sedangkan matan ialah inti hadits itu sendiri.
Baca Juga: Apa Itu Kutubus Sittah? Enam Kitab Kumpulan Hadits yang Sahih
Para ahli hadits sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadits, kecuali mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-benar dapat dipercaya. Biasanya, riwayat dari golongan sahabat tidak perlu disyaratkan untuk diterima periwayatannya.
Perbedaan kandungan matan
Melansir laman Passing Grade, kandungan matan ialah teks yang terdapat dalam suatu matah atau hadits tentang suatu peristiwa atau pernyataan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Tegasnya, ini adalah redaksi dari matan suatu hadits.
Adapun, penyebab utama perbedaan kandungan matan ialah karena periwayatan hadits secara makna yang telah berlangsung sejak masa sahabat Nabi, meskipun kalangan ini sendiri ada kontroversi pendapat tentang periwayatan secara makna.
Baca Juga: Apa Itu Hadits Dhaif? Hadits Lemah Yang Isinya Belum Tentu Menyesatkan
Periwayatan matan hadits bisa dilakukan dengan dua cara:
- Riwayat bi al-lafdzi, menyampaikan kembali kata-kata Nabi dengan redaksi kalimat yang sama. Ini membuat tak ada perbedaan antara perawi yang satu dan yang lainnya.
- Riwayat bi al-ma’na, periwayatan dengan makna yang terkandung dalam hadits, tetapi redaksinya berbeda dengan yang diucapkan Nabi.
Cara kedua menyebabkan timbulnya perbedaan kandungan matan hadits. Begitu banyak hadits yang ada dalam kitab-kitab perawi yang ditulis dengan redaksi yang berbeda meskipun maknanya sama.
Hal ini telah terjadi sejak masa sahabat karena mereka tak mencatat hadits saat bersama Nabi SAW, tak juga menghapal satu per satu kata Nabi, sehingga menyampaikan dari yang mereka ingat semata.
Baca Juga: Kenapa Bisa Terbentuk Hadits Dhaif? Ternyata Ini Alasannya
Namun begitu, semua ulama hadits sepakat untuk menerima riwayat para sahabat karena mereka punya pengetahuan bahasa yang tinggi dan menyaksikan langsung keadaan dan perbuatan Nabi.