Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui telah menerima banyak laporan terkait adanya transaksi mencurigakan sejak tahun 2002 hingga 2022.
Laporan selama sepuluh tahun itu berjumlah 268 juta dan 227,9 juta di antaranya merupakan laporan terkait transaksi pengiriman uang dalam negeri dan luar negeri.
Kemudian, 39,2 juta laporan merupakan transaksi uang tunai, 742 ribu laporan transaksi mencurigakan, 445 ribu laporan transaksi barang dan jasa, dan 4.559 laporan penundaan transaksi.
Baca Juga: Gelar Konferensi Pers Bareng Mahfud MD, Rocky Gerung: Kita Lihat Pertahanan Sri Mulyani Sampai Mana
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya merespons pengaduan transaksi keuangan mencurigakan tersebut dengan ribuan laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepada otoritas terkait.
Ivan mencontohkan, tindak pidana korupsi (tipikor) mencapai 39,7 persen dari total laporan, tindak pidana penipuan 15,9 persen, tindak pidana perpajakan 11,5 persen, tindak pidana narkotika 6 persen, dan tindak pidana lain yang diatur dalam Pasal 2 UU TPPU 26,8 persen.
"Besarnya dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana korupsi, sesuai dengan penilaian risiko nasional terhadap pencucian uang 2021, yang tempati urutan risiko tertinggi," beber Ivan, dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3/2023) di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024