Menu


Jadi Warisan Budaya Takbenda, Ledre Lahir di Tangan Orang Tionghoa

Jadi Warisan Budaya Takbenda, Ledre Lahir di Tangan Orang Tionghoa

Kredit Foto: Instagram/Explore East Java

Konten Jatim, Jakarta -

Ledre, makanan khas Bojonegoro yang manis-gurih diakui dan tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB). Makanan ini lahir di tangan orang Tionghoa di Bojonegoro.

Kuliner ledre sendiri merupakan camilan berbahan baku pisang raja, tepung terigu, gula, dan tepung beras. Panjang makanan ringan ini sekitar 20 cm dan rasanya khas pisang. Bentuknya pun unik karena digulung serupa dengan semprong.

Baca Juga: Ledre, Camilan Khas Bojonegoro dengan Bentuk Unik

Bentuk dan teksturnya membuat ledre termasuk dalam kategori kue kering yang teksturnya lembut. Konon, ledre dulunya dinamakan kue semprong. Namun, ini tak berlaku di Bojonegoro yang menyebut camilan ini sebagai ledre sejak kali pertama.

Nama ledre berasal dari kata diedre-edre (dibuat pipih melebar) menurut laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Adonan dipanaskan dengan bahan bakar arang. 

Baca Juga: Kuliner Sompil Khas Tulungagung, Lebih Lembut dari Lontong dan Rasa Pedas Nikmat

Pertama kali, ledre lahir di kawasan Pecinan Padangan. Mayoritas, kawasan ini dihuni masyarakat Tionghoa dan berbatasan langsung dengan sungai Bengawan Solo. Adapun, Mak Min Tjie merupakan generasi pertama pembuat ledre.

Di usianya yang saat itu masih 14 tahun, tahun 1932, ia melahirkan ledre. Mak Min Tjie meninggal dunia di tahun 2002 di usianya yang mencapai 84 tahun. Usahanya pun diteruskan oleh putrinya, Njoo yang dikenal dengan nama Ny. Seger.

Diturunkannya usaha ini tak begitu sulit karena Ny. Seger turut membantu ibunya membuat dan menjual ledre semasa hidup. Terlebih, dirinya ialah anak tunggal meskipun hanyalah anak angkat.

Baca Juga: Ayam Lodho Tulungagung Supergurih, Kuliner Pedas yang Cocok untuk Hari Raya

Nama aslinya ialah Sri Eka Darmayanti, dirinya kemudian menikah dengan Seger Eko Buono pada 1978 sehingga dikenal dengan nama Ny. Seger. Ia membuka usaha di Pecinan Padangan, tepatnya di depan Gereja Padangan, dengan merk dagang Ledre Ny. Seger.

Hal ini dilakukannya sebelum Mak Min Tjie meninggal dunia. 

Saat ini, ledre justru dibuat oleh pengrajin yang tinggal di luar Kecamatan Padangan. Mereka mengolah ledre secara pribadi di rumah-rumah, lalu disetor ke toko-toko besar di Padangan. Adapun, daerah ini termasuk Tambakrejo dan Purwosari.

Mereka menjual hasil produksi ledre ke Padangan dalam bentuk ledre jadi tanpa kemasan.

Baca Juga: Bingung Kulineran di Surabaya? Ke 5 Tempat Ini Saja!

Masyarakat sudah sangat menggemari ledre, harganya pun terjangkau. Pada 2021, ledre mendapat pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan tercatat sebagai WBTB. Piagam penghargaan ledre pun diserahkan ke Gubernur Jawa Timur di Jakarta.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan