Menu


RUU KUHP Dianggap Menghadirkan Kolonialisme Baru, Hmmm Apa Mungkin Ada Motif 3 Periode di Baliknya?

RUU KUHP Dianggap Menghadirkan Kolonialisme Baru, Hmmm Apa Mungkin Ada Motif 3 Periode di Baliknya?

Kredit Foto: Dok Suara.com

Konten Jatim, Jakarta -

Pengamat Politik Refly Harun mengatakan hal yang paling diprotes banyak orang terkait RUU KUHP adalah pasal-pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum.

Di mana kekuasaan umum itu, termasuk di dalamnya Presiden, wakil presiden, DPR, MPR dan lain sebagainya.

"Jadi inilah yang seolah-olah ingin membatasi suara rakyat dalam mengontrol jalannya kekuasaan atau pemerintahan," ucap Refly dikutip pada kanal YouTubenya, Selasa, 12 Juli 2022.

Baca Juga: Cucu Proklamator Ikut Berikan Kritik RKUHP, Katanya Masa Depan Peneliti Bisa Terancam

Padalah kata Refly, rakyat memiliki hak untuk mengontrol jalannya kekuasaan di Indonesia.

Oleh karena itu, lanjutnya anggota legislatif tidak boleh membuat UU untuk melindungi kekuasaan hari ini, karena kekuasaan tidak bertahan lama. 

"Haruslah memiliki perpesktif ke depan, jangan sampai kita terjerembat di lubang yang sama," katanya.

Justru, kata Refly UU yang dibuat tersebut seperti menghadirkan kolonialisme baru. 

"Jadi kita paham kan kenapa penjajahan itu berlangsung lama? karena orang yang berada di lingkungan kekuasaan selalu memiliki intimidasi untuk mengatakan orang yang di luar kekuasaan itu salah," imbuhnya.

Ia juga mengatakan bahwa yang diinginkan rakyat pada kekuasaan adalah mampu melindungi, jujur, amanah, dan mampu mensejahterakan.

"Sayangnya di era reformasi ini yang kita sudah berdarah-darah bagaimana mempertahankan reformasi, tapi kini masih dihadapkan pada pertanyaan demokrasi," pungkasnya.

Baca Juga: Polarisasi Cebong, Kampret dan Kadrun: Benarkah Dipicu Presidential Threshold 20 Persen?

Dengan demikian, menurut Refly negara alergi dengan kontrol atau masukan dari masyarakat.

"Seolah-olah negara tidak mungkin abai tidak mungkin lalai," ungkapnya.

Tak hanya itu, Refly mengatakan untuk semua pendukung pemerintahan bahwa tidak setiap kritik yang disampaikan oleh kubu oposisi berisi hal-hal yang dilandasi sakit hati.

"Karena yang kita inginkan justru adalah negara yang baik, negara yang melindungi dan negara yang memberikan kebebasan," tuturnya.

Ia juga berharap, perjuangan para aktivis untuk menghilangkan pasal-pasal yang mengacam dalam RUU KUHP yang telah disetujui berhasil.

Hal ini disampaikan Refly menanggapi pernyataan penulis sekaligus pemerhati sejarah Arief Gunawan.

Ia mengatakan isu perpanjangan masa jabatan presiden sudah menjadi persoalan laten di negeri ini.

Oleh karena itu, sangat lumrah RUU KUHP juga dibaca publik sebagai bagian untuk memuluskan rencana perpanjangan kekuasaan.

Menurutnya, spirit De Jonge yang berwatak brutal dalam menjalankan hukum tampaknya mau diteruskan. Watak yang menunjukkan ketidaknalaran, karena menyeret mundur demokrasi.

"Dalam bahasa Latin, Brutus, Brutto, Brutal, punya akar kata yang sama," demikian bunyi tulisannya. []

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024