Ini dikarenakan ada sebagian cendekiawan Islam yang berpikir kalau khawarij menentang orang-orang beragama Islam yang memiliki aliran berbeda dengan mereka. Peristiwa ini diduga terjadi di era kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Siapapun yang memiliki pandangan berbeda dengan sang Khalifah, maka akan dianggap kafir.
Ali bin Abi Thalib sendiri bahkan disebut kafir karena tidak mau menerima arbitrase. Pada akhirnya, khawarij ini hanya menganggap diri mereka sebagai yang paling benar.
Baca Juga: Gus Miftah Kena Sembur Gus Umar Gegara Sebut Orang NU Duluan Masuk Surga
Di era modern, khawarij diketahui juga digunakan sebagai alat propaganda politik. Di wilayah Timur Tengah, orang-orang yang punya pandangan berbeda dengan khawarij terkait pemimpin mereka, akan dianggap sebagai musuh.
Ini sesuai dengan etimologi khawarij, yang pada dasarnya berartikan “orang-orang yang keluar”. Khawarij tidak pernah berhenti menentang sampai orang lain paham dan mengikuti pemikiran mereka. Khawarij menganggap orang lain menyimpang, padahal merekalah yang bermasalah.
Baca Juga: Saeful Zaman: Anies Awalnya Tidak Berambisi Jadi Capres Maupun Gubernur