Menu


Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Pengamat: Cak Imin Gagal dalam Berpikir

Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Pengamat: Cak Imin Gagal dalam Berpikir

Kredit Foto: DPR RI

Konten Jatim, Tokoh Politik -

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengusulkan jabatan gubernur untuk dihapus. Keberadaan jabatan gubernur dianggap tidak efektif dan memboroskan anggaran dalam proses pemilihannya.  

Usulan Cak Imin tersebut menuai kritik dari komunikolog politik dan hukum, Tamil Selvan. Tamil menyebut, pernyataan Cak Imin kontradiktif dengan dukungan tiga periode terhadap kepala desa yang dikemukakan politisi nahdliyin itu beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Cak Imin Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus, Sejumlah Pihak Tak Terima

"Cak Imin ini gagal dalam berpikir, sebab di satu sisi minta pembubaran gubernur, tapi di sisi lain minta kepala desa tiga periode, itu kontradiktif," ujar dosen ilmu komunikasi Universitas Dian Nusantara ini kepada Akurat.co, Kamis (2/2/2023). 

Meski begitu, Tamil sepakat tupoksi gubernur dan kepala desa seharusnya hanya di ranah administrasi seperti kewenangan camat, bukan kebijakan. 

Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, tupoksi gubernur sejatinya bersifat administratif. Sementara dalam kepemimpinan wilayah, gubernur tidak memiliki wewenang karena yang punya hak otonomi adalah bupati dan wali kota. 

"Kita banyak sekali dirugikan akibat tumpang tindihnya kebijakan gubernur dengan walikota bupati, dan ini memperlambat roda perekonomian. Contohnya dalam UU Cipta Kerja, kita lihat bagaimana pemerintah pusat berusaha membagi 'kue kewenangan' antara Gubernur dan walikota bupati, ini jelas pemborosan dan tidak efektif," urainya.

Direktur Riset Kajian Politik Nasional ini memaparkan beberapa catatanny terkait posisi gubernur dalam ketatanegaraan Indonesia.

Pertama, akibat pemilihan langsung, banyak gubernur yang berasal dari partai politik yang berbeda dengan presiden. Kondisi ini mengakibatkan perselisihan kepentingan dan membuat kebijakan nasional diwarnai kepentingan politik masing-masing pihak, sehingga pemerintahan berjalan tidak efektif.

Kedua, menurut Tamil, gubernur dan bupati/walikota yang berasal dari partai yang berbeda selalu menghadirkan kompetisi tidak sehat dalam membina wilayah. Hal ini sering menjadi pemicu konflik horizontal di masyarakat.

Ketiga, biaya anggaran yang dikeluarkan dalam pemilu gubernur sebetulnya sangat bisa dihemat jika kewenangan atas jabatan itu  dikembalikan sebagai hak preprogatif presiden. Sehingga, mempermudah kepala daerah dalam menjalankan visi presiden di daerah tanpa ada konflik kepentingan.

"Sejalan dengan dikembalikannya gubernur menjadi hak prerogratif presiden, maka pemilihan langsung kepala desa juga harus dihapus karena membuang-buang anggaran dan membuat seolah adanya raja-raja kecil di daerah yang menandingi fungsi dari Bupati," tandasnya.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Akurat.