Menu


Cak Nun Sebut Posisi Seorang Gubernur Bukan Pemimpin, tapi ‘Petugas’

Cak Nun Sebut Posisi Seorang Gubernur Bukan Pemimpin, tapi ‘Petugas’

Kredit Foto: Instagram/Cak Nun

Konten Jatim, Surabaya -

Budayawan dan tokoh ulama Jawa Timur, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun menerangkan sejumlah kesalahan dari penyebutan konsep pemimpin.

Cak Nun mengatakan bahwa gubernur yang membawahi provinsi bukanlah seorang pemimpin, melainkan petugas.

“Yang menyebut gubernur pemimpin itu siapa? gubernur itu bukan pemimpin tapi petugas,” ujar Cak Nun dikutip dari kanal YouTube Ayo Berbagi Ilmu, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga: Jokowi Beri Respon Usulan Cak Imin Soal Penghapusan Gubernur

Cak Nun menyebut gubrnur sebagai petugas lantaran mereka bekerja dengan dibayar dan diminta. Maka, gubernur sama saja dengan pembantu rumah tangga.

“Dia itu dibayar dan disuruh, kok bisa disebut pemimpin loh? itu petugas, pembantu rumah tangga dalam skala provinsi, kok disebut pemimpin itu gimana?,” katanya.

Sama halnya dengan gubernur, Cak Nun juga menyebut presiden sebagai seorang tenaga kerja.

“Pemimpin kok dibayar, petugas. Jokowi itu TKI 1, Tenaga kerja indoensia 1, dan seterusnya, gimana sih kamu? katanya sekolah. Saya tidak mengurusi orangnya, tapi caramu melihat ituloh,” ucap Cak Nun.

Baca Juga: NasDem Bertemu Golkar, PPP: Kami Terbuka Jika Ingin Gabung KIB

Masih terkait pemimpin, Cak Nun menerangkan dua kemungkinan konsep pemimpin, yaitu pemimpin Muslim yang zalim dengan pemimpin kafir namun adil.

“Terminlogi yang meletakan dua kemungkinan. Pemimpin Muslim yang zalim atau pemimpin kafir yang adil,” ujar Cak Nun.

Terkait hal itu, Cak Nun tak membenarkan definisi dari keduanya, karena konep dari keduanya sama-sama salah.

Baca Juga: NasDem Bertemu Golkar, PPP: Kami Terbuka Jika Ingin Gabung KIB

“Saya sampai hari ini belum bisa menemukan kebenarannya, yang saya temukan itu kesalahannya. Dan saya temukan 317 kesalahan,” ujarnya.

“Jadi cara berpikirnya begitu, daripada kamu pilih pemimpin Muslim yang zalim kan mending pemimpin kafir yang adil, itu salah juga,” sebut Cak Nun.

Cak Nun mengatakan, seorang Muslim yang zalim tidak memenuhi kategori sebagai pemimpin.

“Ada zaim kok disebut Muslim, kalau zalim itu bukan Muslim. Gula kok pahit? jadi ini sesat pikirnya,” ungkap Cak Nun.

Sama halnya dengan kafir-adil, Cak Nun menyebut yang disebut kekufuran sudah jelas tidak adil. Jika konteks secara vertikal saja sudah salah, lantas yang terjadi dengan hubungan horizontal juga menjadi tidak benar.

Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Tak Akan Dukung Anies Baswedan

“Kalo kafir kok adil? kekufuran itu puncak ketidakadilan, mungkin ada konteks vertikalnya, kepada Allah aja dia gak adil kok. Ada dibilang nggak ada, Allah A kok dibilang B,” ujar Cak Nun.

“Apalagi horizontal, jadi tidak bisa kalimat ini digabungkan. Kafir yang adil, ya nggak bisa. kentut yang wangi, ya tidak bisa,” pungkasnya.